Jumat, 12 Desember 2008

Self-Control in emotion

Pendahuluan

Menurut Fromm (dikutip oleh Boeere,2004) Setiap manusia yang dilahirkan dan besar dalam suatu kebudayaan yang telah ada sebelum manusia tersebut lahir. Kebudayaan ini begitu dalam mempengaruhi nilai-nilai terdalam pada setiap individu dan peranannya yang begitu besar dalam membentuk pikiran tentang “ Inilah sesuatu yang sebenarnya” bukan “inilah sesuatu yang sebenarnya menurut masyarakat ini”

Oleh karena itu, setiap individu memiliki toleransi pengendalian terhadap dirinya secara berbeda- beda. Hal yang paling sulit dilakukan tapi paling mudah dikatakan adalah bagaimana meredam / mengalahkan emosi negatif. Setiap individu mampu memaparkan teori- teori tentang pengendalian emosi negatif, tetapi saat dihadapkan oleh suatu masalah dimana masalah tersebut merupakan trigger (pemicu) munculnya emosi maka akal sehat tidak lagi memonopolinya.

Emosi adalah kata serapan dari bahasa inggris yakni emotion. kata emotion digunakan untuk menggambarkan perasaan yang kuat akan sesuatu dan perasaan yang sangat menyenangkan atau sangat mengganggu. Dalam ilmu psikologi, emosi memiliki definisi yang cukup kompleks. Emosi dapat dipicu oleh interpretasi seseorang terhadap (a) suatu kejadian (b) adanya reaksi fisiologis yang kuat (c) ekspresi emosionalnya berdasarkan pada mekanisme genetika (d) merupakan informasi dari satu orang ke yang lainnya dan (e) membantu seseorang beradaptasi terhadap perubahan situasi lingkungan (Mendatu, 2007).

Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin (Goleman, 2000). Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri, mengalami kekurangmampuan dalam pengendalian moral (Hurlock, 1994).

Definisi Pengendalian diri

Self-control atau pengendalian diri adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang dianggap diterima secara sosial oleh masyarakat (Papalia, & Olds, 1992). Menurut Skinners, ketika seseorang memilih tindakan yang yang akan menghasilkan hasil yang positif, ketika ia dihadapkan pada dua pilihan, hasil yang positif tersebut akan menguatkan pilihannya. Dengan demikian, pada kesempatan berikutnya, individu tersebut akan kembali memilih tindakan yang positif. Inilah yang disebut sebagai self-control (Kanfer, & Phillips, 1970).

Emosi dan Pengendalian diri

Emosi bisa dibedakan dalam nilai positif dan negatif. Di antara keduanya terdapat nilai netral. Emosi netral adalah kategori emosi yang tidak jelas posisinya. Kadang bisa sebagai emosi positif kadang bisa sebagai emosi negatif, seperti misalnya terkejut dan heran. Emosi positif berperan dalam memicu munculnya emotional well-being (kesejahteraan emosional) dan memfasilitasi dalam pengaturan emosi negatif. Jika emosi positif, maka akan lebih mudah dalam mengatur emosi negatif yang tiba-tiba datang. Sebagai contoh saat sedang merasa bahagia tiba-tiba ada seseorang yang marah-marah tanpa ada sebab yang jelas, reaksi spontan yang akan ditunjukan adalah adanya rasa tersinggung tapi karena pada saat itu sedang merasa bahagia (emosi positif) maka tindakan orang asing tersebut tidak terlalu membebani dirinya bahkan dirinya akan mengeluarkan energi positif lainnya, seperti mungkin orang ini butuh bantuan. Emosi-emosi yang bernilai positif diantaranya adalah sayang, suka, cinta, bahagia, gembira, senang, dan lainnya.

Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kecerdasan emosional (EQ) agar mampu mengendalikan diri. Pengertian kecerdasan secara tradisional adalah kecerdasan yang meliputi kemampuan membaca, menulis, berhitung, sebagai jalur sempit keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah). Sedangkan kecerdasan emosional salah satunya mencakup pengendalian diri. Kesanggupannya untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, kesenangan yang tidak berlebihan, cerdas mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir dan juga mampu berempati sehingga dapat memelihara hubungan dengan sebaik- baiknya (Secapramana, 2008).

Ciri- Ciri Individu yang Mampu Mengendalikan Diri

Menjadi suatu pertanyaan mengenai ciri-ciri atau sifat-sifat apakah yang membuat seorang individu memiliki pengendalian diri yang baik? Sejumlah besar filosof kuno, termasuk Socrates, Plato dan terutama sekali Aristoteles, banyak meluangkan waktu untuk mendiskusikan masalah sifat-sifat manusia. Dalam Nicomachean Ethics, buku etika Aristotelian, pokok bahasannya adalah karakter manusia. Dan karakter adalah jumlah total sifat seseorang, yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, ketidaksukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai dan pola berpikir.

Beberapa hal yang patut diperhatikan terhadap individu yang mampu mengendalikan dirinya, antara lain :

1. Mampu mengendalikan emosinya dengan baik

Ini merupakan kemampuan untuk meredam keinginan dan emosi yang terlalu berlebihan dan mampu mencegah tindakan – tindakan negatif saat dipicu oleh sesuatu. Dan ciri –cirinya antara lain :

a. Jauh dari stres

b. Dapat mengontrol dorongan- dorongan yang kuat dan mengetahui batasan-batasan yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukannya.

c. Selalu dapat berpikiran positif dan menjalani hidup dengan seimbang meskipun sedang dihadapi suatu masalah.

2. Dapat dipercaya orang lain

Merupakan seorang individu yang memiliki nilai-nilai diri dan perkataan yang konsisten dan mampu berkomunikasi secara baik (seperti pengungkapan ide- ide, perasaannya) secara langsung dengan keterbukaan dan kejujuran.

Dan ciri- cirinya antara lain:

- Berpegang teguh dengan pendiriannya

- Mampu mendamaikan pihak- pihak yang sedang bersitegang.

Menurut The Rosenbaum Self-control Schedule (SCS), self-control memiliki empat dimensi (Rosenbaum, 1980), yaitu:

1. Penggunaan kognisi dan pernyataan diri untuk mengendalikan respon emosional dan psikologis.

2. Aplikasi strategi pemecahan masalah

3. Penundaan kepuasan, dan

4. Kesadaran akan kemampuan diri (self-efficacy)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendalian Diri

1. Sosialisasi

· Tingkat pengendalian diri adalah sesuatu yang dipelajari, bukan sesuatu yang telah ada sejak lahir/bawaan. Rendahnya tingkat pengendalian diri atau self-control disebabkan oleh sosialisasi yang tidak efektif atau tidak lengkap, antara lain pola pengasuhan anak yang tidak efektif, termasuk mengawasi sikap anak, menyadari apabila ada tingkah yang menyimpang, dan memberikan hukuman pada tingkah seperti itu (Gottfredson, & Hirschi, 1990). Hukuman yang diberikan pada tingkah laku yang tidak sesuai aturan bila dilakukan secara konsisten akan membuat individu belajar, dan menanamkan rasa bersalah bila melakukan tindakan tersebut. (Kanfer, & Philips, 1970). Pada gilirannya, rasa bersalah ini akan membangun pengendalian diri. Sebaliknya, bertingkah laku seperti yang diharapkan akan menimbulkan respon yang postif sehingga individu merasa dihargai, sehingga terjadi reinforcement.

· Dalam tahap perkembangan anak, Erikson menyebutkan suatu tahap di mana anak mulai menyadari keinginannya sendiri sebagai individu yang terpisah dari lingkungannya, namun di lain pihak, juga mengalami rasa malu dan keragu-raguan. Dari rasa malu dan ragu-ragu ini, anak-anak belajar memahami peraturan-peraturan yang berlaku dalam kehidupan sosial, dalam mendapatkan apa yang ia inginkan. Di sini, anak-anak membutuhkan orang tua untuk memeberikan batasan. Batasan yang terlalu banyak atau sedikit justru akan membuat anak menarik diri, terlalu banyak ragu-ragu, pemalu, bahkan kehilangan rasa percaya diri. Namun bila diberikan secara proporsional, pengendalian diri yang baik akan terbentuk (Papalia, & Olds, 1992).

2. Kepuasan diri/kebahagiaan diri

Seseorang yang memiliki masalah dengan pengendalian diri memiliki kecenderungan tidak bahagia. Sebagai contoh, dalam kasus rendahnya pengendalian diri pada mereka yang mengalami obesitas, berdasarkan investigasi pada 8000 wanita, obesitas memiliki hubungan dengan rendahnya kepuasan kerja, hubungan keluarga, partner dan aktivitas sosial (Ball, 2004).

Kepuasan/kebahagiaan sangat erat kaitannya dengan penghargaan seseorang terhadap diri sendiri (self-esteem). Bukti empiris ditemukan pada 2000 orang dewasa, bahwa orang-orang dengan tingkat pengendalian diri rendah cenderung memiliki self-esteem yang rendah pula (Greeno, 1998).

3. Godaan/rangsangan dari luar

Efek dari Pengendalian Diri

1. Efek dari tingkat pengendalian diri yang rendah:

· Kebiasaan buruk yang berdampak negatif, misalnya: merokok, obesitas, dll

· Kriminalitas. Menurut Gottfredson & Hirschi (1990), rendahnya pengendalian diri ditambah dengan tersedianya kesempatan merupakan faktor utama pemicu kriminalitas.

2. Efek dari tingkat pengendalian diri yang tinggi:

· Kinerja dan produktivitas yang baik

· Achievement

Kesimpulan

Pengendalian diri merupakan bagian dari emosi, seseorang yang memiliki emosi baik maka berbanding lurus dengan pengendalian dirinya. Sangat manusiawi sekali jika sewaktu- waktu pernah kehilangan kendali atas dirinya, tetapi ada masanya harus kembali berpijak ke tanah agar segala sesuatu kembali terkendali dan mengubah energi negatif menjadi sebuah kekuatan untuk mencapai sesuatu yang lebih positif.

Ditulis oleh:

Amalia, Dina Iguna, Yohanna

1 komentar:

  1. Ada gak ciri-ciri khusus untuk pengendalian diri? Trus ada referensinyakah? Mohon bantuannya... Makasih...

    BalasHapus