Jumat, 12 Desember 2008

Self-efficacy Karyawan dilingkungan kerja (Pendekatan Social Cognitive)

I. Pendahuluan

Menurut Bandura (1997), Self efficacy merupakan keyakinan seseorang untuk melakukan suatu perilaku dalam situasi tertentu, sekuat apa individu mampu bertahan saat menghadapi kesulitan atau kegagalan dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan dalam tugas tertentu yang akan mempengaruhi pekerjaan dimasa mendatang.

Self efficacy individu di hasilkan dari sebuah pengalaman yang pernah dilakukan sebelumnya, mengamati perilaku orang lain (kesuksesan/kegagalan yang dialaminya), hasil perbincangan dengan individu lain baik berupa semangat ataupun menjatuhkan performa dan yang terakhir adalah peranan emosi selama proses pengalaman berlangsung.

Bandura membuat sebuah eksperimen mengenai konstruk self efficacy dibidang kesehatan yang terkait dengan aspek fisiologi dan hasil dari eksperimennya adalah individu yang tidak memiiki self efficacy mengalami stres yang berdampak pada kesehatan dan sistem imunnya.

Kali ini Penulis akan menitik beratkan self efficacy karyawan dilingkungan kerja yang terkait dengan perfoma dan adaptasi. Walaupun self efficacy merupakan karakteristik internal yang mempengaruhi perilaku dan reaksi dalam cara yang relatif konstan dan terprediksi, self efficacy juga ditentukan oleh situasi.

Pendekatan sosial kognitif akan berperan penting dalam proses pembelajaran karyawan untuk meningkatkan self efficacy dilingkungan kerja. Menurut Bandura (1986, 1997, 2000, 2001) didalam buku (Santrock, 2004) mengungkapkan bahwa ketika individu sedang mengalami proses pembelajaran maka mereka mampu merepresentasikan atau mentransformasikan pengalaman secara kognitif dan Bandura mengembangkan model determinasi resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu: (a) perilaku, (b) lingkungan, dan (c) kognisi (person). Ketiga faktor itu saling mempengaruhi satu sama lainnya.

Oleh karena itu, pendekatan sosial kognitif yang terjadi dilingkungan kerja merupakan suatu proses pembelajaran individu/karyawan agar mampu beradaptasi sehingga mempengaruhi kinerjanya.

II. Gambaran Kasus

Subjek merupakan seorang karyawan swasta yang memiliki kecenderungan berpindah-pindah tempat kerja dalam waktu yang singkat. Semenjak kelulusannya dari sebuah Universitas swasta empat tahun yang lalu, Subjek telah berpindah kerja lebih dari empat kali.

Kecenderungan ini membuat Subjek sulit untuk berpindah ke level selanjutnya karena ketika memasuki sebuah perusahaan baru, level yang diambil adalah level pemula. Subjek selalu mengeluhkan kondisi kerja yang kurang nyaman seperti rekan kerja yang tidak kooperatif, atasan yang pilih kasih, tidak ada tantangan dalam bekerja, gaji kecil, hingga masalah gengsi dari sebuah perusahaan tersebut.

Meskipun Subjek pindah keperusahaan lain dan mengalami peningkatan dari perusahaan sebelumnya, tetap saja Subjek tidak mampu mempertahankan diri untuk waktu yang lama.

Pada awal bulan Subjek bekerja diperusahaan baru, biasanya Subjek menjadi karyawan teladan. Tidak pernah terlambat, mampu mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu, tidak mengeluh meskipun beban pekerjaan diluar deskripsi yang telah ditentukan, tetapi ketika memasuki bulan berikutnya Subjek akan mengalami penurunan minat terhadap pekerjaannya dan biasanya Subjek memiliki ritual tidak masuk seminggu sekali diluar hari liburnya, tugas yang diberikan sering kali tidak sesuai tenggat waktu karena Subjek sering menunda untuk mengerjakan dan mulai mengeluhkan mengenai rekan kerja ataupun kondisi dikantor yang tidak nyaman.

Sehingga pada akhirnya, Subjek akan memutuskan untuk keluar dari pekerjaan dan mulai mencari tempat baru.

Apa yang menjadi masalah didalam kasus ini? Penjelasan akan diuraikan di bagian selanjutnya.

III. Pembahasan

B. Lyn Ware seorang psikolog dibidang Industri dan Organisasi mengatakan bahwa seorang karyawan setidak-tidaknya membutuhkan waktu kurang lebih 1.5 tahun untuk mampu beradaptasi dilingkungan kerjanya jika kurang dari 1.5 tahun seorang karyawan meninggalkan perusahaan maka mampu membuat karyawan mengalami demotivasi terhadap dirinya dan lama kelamaan akan menurunkan self efficacy.

Terkait dengan peranan lingkungan, kognisi (person) dan perilaku, Bandura menunjukkan interaksi ketiga faktor tersebut untuk mempengaruhi pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, kognisi mempengaruhi lingkungan dan terus berputar. Faktor kognisi mencakup harapan, self efficacy, strategi, pemikiran dan kecerdasan.

Model bandura diimplementasikan dengan kasus diatas:

  • Kognisi mempengaruhi perilaku, Pada awalnya ketika subjek memasuki lingkungan yang baru (kantor) maka subjek tersebut akan memiliki strategi kognitif secara khusus agar dirinya dapat diterima sehingga strategi kognitif tersebut diharapkan mampu meningkatkan perfoma serta bisa berbaur dengan lingkungan kerjanya.
  • Perilaku mempengaruhi kognisi, proses(perilaku) belajar subjek yang baik sehingga membuat dirinya mendapatkan penilaian perfoma yang baik sehingga menghasilkan ekspetasi positif terhadap kemampuannya dan dampak lainnya adalah meningkatnya kepercayaan diri subjek dan keinginan untuk berusaha lebih baik.
  • Lingkungan mempengaruhi perilaku, dilingkungan kerja (kantor) memiliki daya kompetisi yang tinggi sehingga keberhasilan subjek memunculkan gap sesama rekan. Lingkungan (atmosfir) kerja yang mulai tidak kondusif seperti: kurangnya mendapatkan informasi, “menjilat” atasan secara tidak bersih, dan jalinan komunikasi yang tidak hangat (cenderung sinis dan gossip), dll. Sehingga lingkungan kerja yang seperti itu membuat subjek merasa tidak nyaman dan lama kelamaan Subjek demotivasi dan tidak memiliki keyakinan bisa bertahan diperusahaan tersebut.
  • Perilaku mempengaruhi lingkungan, karena perilaku (perfoma) Subjek yang menurun serta kecenderungan Subjek memiliki ritual tidak masuk sehari setiap minggu diluar hari liburnya dan perilaku Subjek ini pernah ketahuan ketika atasannya menelpon kerumah untuk memastikan bahwa Subjek memang benar-benar sakit tetapi pada kenyataanya, keluarga Subjek menyatakan bahwa Subjek sudah pergi kekantor oleh karena perilaku Subjek inilah mempengaruhi lingkungan (individu-individu yang terkait dikantor) dan mencap Subjek sebagai karyawan yang tidak produktif serta lalai mengerjakan tanggung jawabnya, semenjak kejadian tersebut atasan Subjek tidak pernah mempercayai sepenuhnya lagi.
  • Kognisi mempengaruhi lingkungan, harapan dan rencana Subjek ketika mengawali kerja dikantor baru tidak sesuai dengan yang diinginkan membuat Subjek secara tidak langsung menciptakan keadaan yang membuat lingkungan kerjanya tidak menyukainya, seperti: keterlambatan dalam pengerjaan tugas, datang telat, bersikap tidak ramah, serta pesimis dalam memandang sebuah permasalahan dan tidak memiliki keyakinan akan berhasil bertahan dilingkungan kerja seperti ini.
  • Lingkungan mempengaruhi kognisi, karena lingkungan kerja ini bukan lagi tempat yang menyenangkan bagi Subjek, maka Subjek membuat strategi khusus kognitif untuk keluar dari lingkungan kerja ini dan mulai membangun harapan-harapan baru diperusahaan yang lain serta menyakini diri sendiri bahwa Subjek akan bisa berhasil bertahan diperusahaan baru.

Dalam model pembelajaran model Bandura, faktor kognisi memiliki peran yang penting, faktor kognisi yang ditekankan oleh Bandura (1997,2001) didalam buku (Santrock, 2004) adalah self efficacy. Bandura mengungkapkan bahwa Subjek yang memiliki self efficacy rendah maka Subjek tidak memiliki kemauan untuk berusaha belajar dilingkungan yang kurang nyaman, Subjek cenderung menyerah dan pesimis bahwa dirinya mampu bertahan dilingkungan yang kurang nyaman.

Lalu bagaimanakah Subjek bisa mengubah perilakunya sehingga meningkatkan self efficacy karena cepat ataupun lambat jika Subjek tidak mampu mengubah perilakunya dapat membawa kerugian bagi dirinya.

Bandura memberikan sebuah kontribusi pembelajaran dengan cara imitasi atau modeling, pembelajaran ini dilakukan oleh Subjek dengan cara mengamati lalu meniru perilaku orang lain. Kegiatan ini mengurangi proses trial dan error sehingga pembelajaran dapat lebih cepat. Proses pembelajaran meniru ini memfokuskan pada proses atensi (perhatian), retensi (mengingat), produksi dan motivasi.

Di awal proses atensi, Subjek akan mulai memilih seorang model yang bisa dijadikan panutan, misalkan model tersebut adalah seseorang yang saat ini menduduki posisi penting dimana individu tersebut mengawali karirnya dari level yang paling bawah. Model tersebut mampu bertahan di tengah iklim lingkungan kerja yang berganti secara cepat. Ia menampilkan sebagai seorang individu dengan kepribadian yang tangguh tapi tidak kaku, pintar tapi tidak menceramahi, luwes tapi tidak bermuka dua, dan yang terpenting mampu menyesuaikan diri dilingkungannya. Dengan prinsip, di mana bumi di pijak ditempat itulah langit di junjung. Setelah Subjek memasuki proses atensi maka Subjek akan memasuki ke tahap selanjutnya yaitu retensi.

Pada proses retensi, Subjek akan menyimpan/mengingat perilaku maupun informasi model untuk mereproduksinya. Misalnya, ketika seorang model memberikan contoh secara non verbal kepada Subjek seperti tips dan trik menghadapi suasana yang kurang menyenangkan atau berdamai dengan rekan yang memulai kompetisi secara tidak sehat. Subjek tidak hanya mempelajari/memperhatikan perilaku model saja tetapi bisa di perkuat dengan sharing/tukar informasi kepada sesama rekan yang bekerja diindustri atau organisasi selain itu dapat di perkaya melalui buku maupun bergabung dikomunitas online (forum). Hal tersebut di lakukan agar Subjek mampu memiliki keyakinan yang kuat secara bertahap dan mengingat apa yang akan di lakukan jika Subjek berada pada kondisi seperti itu. Setelah proses retensi, Subjek akan mulai memproduksi secara nyata.

Proses produksi merupakan sebuah proses pembelajaran dimana Subjek mengalami peningkatan pengalaman hingga pada akhirnya Subjek akan memiliki gayanya sendiri dalam menghadapi suatu permasalah di kondisi tertentu. Bandura mengungkapkan ketika Subjek mampu membawa pengaruh positif pada dirinya dan lingkungan maka Subjek memiliki self efficacy yang tinggi serta termotivasi untuk bekerja.

Setiap hasil yang positif, lingkungan akan memberikan penghargaan. Penghargaan merupakan penguat yang positif bagi Subjek sehingga membuat Subjek termotivasi untuk melakukan pekerjaan. Tetapi menurut Bandura, penguatan tidak selamanya di butuhkan pada pembelajaran observasional.

Selain proses pembelajaran imitasi yang di usung oleh Bandura, ada pembelajaran dengan cara lain yaitu regulasi diri. Pembelajaran regulasi diri di kembangkan oleh Zimmerman, Bonner, dan Kovach (1996) di dalam buku (Santrock, 2004), model ini diharapkan mampu meningkatkan self efficacy karyawan dilingkungan kerja dengan melakukan tahap-tahap sebagai berikut: (a) mengevaluasi dan memonitor diri sendiri, (b) menentukan tujuan dan perencanaan strategis, (c) melaksanakan rencana dan memonitornya, dan (d) memonitor hasil dan memperbaiki strategi.

Pada langkah pertama, Subjek mampu mengevaluasi dan menilai dirinya, apakah dirinya telah mendapatkan nilai yang baik selama bekerja. Langkah selanjutnya, tentukan tujuan dan buat strategi perencanaan. Bagaimanakah Subjek mampu meningkatkan self efficacynya, misalkan Subjek membuat sebuah target jangka pendek (target yang mudah di lakukan) dan jika berhasil lanjutkan ke target yang lebih tinggi.

Langkah ketiga, Subjek membutuhkan individu lain untuk mengetahui kemajuannya sudah sampai dimana dan langkah selanjutnya evaluasi diri, apakah Subjek telah berhasil mencapai target besarnya dan jika belum maka Subjek perlu memperbaiki strategi kognitif.

Pada perkembangan regulasi diri ini di pengaruhi oleh faktor modelling dan self efficacy (Pintrich & Schunk, 2002, Zimmerman & Schunk, 2001) didalam buku (Santrock, 2004).

IV. Penutup

Pembelajaran tidak hanya di pengaruhi oleh faktor kognisi semata tetapi faktor –faktor lainnya seperti lingkungan dan perilaku yang berkaitan erat, proses pembelajaran ini akan membentuk sebuah pengalaman sehingga menciptakan keterampilan secara teknis maupun non teknis.

Albert Bandura sebagai arsitek teori kognitif sosial membuat sebuah model determinasi pembelajaran resiprokalnya yang melibatkan tiga faktor yaitu: (a) kognisi, (b) perilaku, dan (c) lingkungan. Hal yang di tekankan oleh Bandura adalah self efficacy, dimana Bandura menyatakan bahwa keyakinan Subjek untuk berhasil mengatasi situasi yang kurang nyaman atau mencapai target yang diinginkan sehingga mampu menciptakan hasil yang positif.

Pendekatan dengan pembelajaran observasi atau modelling dan imitasi merupakan kegiatan pembelajaran yang terjadi ketika Subjek mengamati dan memperhatikan perilaku model, pada pembelajaran ini terkait dengan proses atensi (memperhatikan), retensi (mengingat), produksi, dan motivasi.

Dalam hal ini, konsep pembelajaran obervasional memberikan dampak terpenting untuk meningkatkan pengalaman Subjek, penekanan pendekatan perilaku kognisi pada pembelajaran regulasi diri telah menimbulkan pergeseran penting dari pembelajaran yang di control oleh individu lain ke pembelajaran yang di control diri sendiri.

Pendekatan sosial kognitif merupakan evaluasi dari pendekatan behaviour yang lebih menekankan pada perilaku individu yang tampak saja, meskipun begitu pendekatan sosial kognitif juga mendapatkan kritikan karena pendekatan ini hanya menitik beratkan pada faktor perilaku, lingkungan dan kognisi saja tanpa memperhatikan secara detail proses-proses kognisi yang terjadi serta non developmental dan tidak memberikan cukup perhatian pada rasa penghargaan diri dan hubungan yang hangat.


VI. Daftar Pustaka

Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. New York: W. H. Freeman
Santrock, J. W. (2004). Educational Psychology (2th ed.), Boston: McGraw-Hill.

Ditulis oleh:
Amalia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar